First Entry as a College Student๐Ÿ˜†๐Ÿ‘ฉ‍๐ŸŽ“๐Ÿ“š๐Ÿ‘€๐Ÿซ

  

    Hai, Kala di sini. Tanpa disadari  aku sudah menelantarkan blog ini sekitar lima bulan sampai aku lupa kalau aku punya platform ini buat curhat wkwk. Dalam waktu lima bulan ini ada banyak hal yang terjadi dan kalau aku sampai menghilang selama itu, itu artinya hidup yang kujalani sekarang benar-benar menyenangkan sampai aku lupa untuk menuliskannya haha. Aku gak berani ngomong ini adalah pelangi setelah badai, tapi kalau mengingat kembali apa-apa yang sudah terjadi selama tiga tahun ini, waktu yang sekarang adalah waktu yang sangat kunikmati sampai aku gak sabar apa lagi yang bisa Tuhan kasih dalam hidup aku. 

    Aku menikmati masa-masa liburan musim panas sendirian di Taiwan karena aku bersikeras untuk nggak pulang ke Indonesia meski sisa waktu sebulan liburan kemarin kupakai untuk menganggur. Teman-temanku yang lain masih menikmati liburannya di Indonesia atau sudah kembali bekerja di salon. Aku, bisa dengan santuy-nya nganggur di negara orang padahal udah harus bayar uang sekolah ini-itu tuh kek sombong banget gitu rasanya. Meski waktu itu adalah waktu paling tidak produktif aku, aku bersyukur aku bisa memikirkan kembali apa definisi suksesku. Dulu, pada awal-awal aku terjun di dunia orang dewasa, definisi suksesku banyaknya dibentuk oleh bosku yang ambisius dengan uang dan material. Padahal aku tahu, aku tidak tumbuh di lingkungan keluarga yang mengutamakan uang sebagai standar kesuksesan. Aku juga tahu, kesuksesanku bukan berasal dari uang.

    Tapi, karena setiap hari dicekoki, mau gak mau aku terkena imbasnya juga. Goalsku tidak hanya belajar skill rambut, namun juga angka yang tertera di slip gaji. Aku bersyukur aku diberi waktu untuk mengisi daya, untuk kembali pada settingan-ku yang masih seorang pelajar. Untuk merasa gak apa-apa tidak menghasilkan uang, buat merasa gak bersalah kalau makan makanan yang agak mahal cuma karena lagi kepingin makan aja. Dulu aku terlalu membatasi diriku sampai aku tidak mengenali diriku lagi. Sekarang aku malah berpikir, rasanya jadi diri sendiri juga not so bad kok. Dan aku mau ngasih tau, untuk seukuran orang yang selalu ngerasa rendah diri dan suka ngebandingin diri sendiri sama orang lain. Bisa mikir kaya gitu, tuh udah pencapaian besar banget. 

    Anyway, college life starts when I moved from company’s dorm into school’s dorm. And you can’t imagine how happy I am to have a wide desk to put all my things, one big bookshelf for myself to keep all things. Not for exaggerating things, but all my life, I have been studying so when it was taken in high school, I felt more nostalgic to finally have my usual days again. Pertemanan menjadi salah satu faktor penting juga. Tentu saja aku mendapat satu dua teman baik di sekolah dulu. Dan di akhir masa sekolah juga, mereka ternyata tidak seburuk yang aku pikirkan. Atau mungkin, aku tidak seburuk yang mereka pikirkan. But anyway, dari sekian banyak memori yang aku punya, aku mungkin gak akan ngerasa ada yang hilang kalau memori itu terlupakan. 

    Banyak kejutan yang aku gak pernah harapkan terjadi dalam hidupku. Tapi yang paling gak masuk akal adalah aku yang jelas-jelas merjuangin design ternyata malah masuk ke jurusan ‘meh orang banyak banget’. Aku yakin di luar sana pasti ada orang yang mikir, oh jurusan ini kayanya udah banyak peminatnya, deh. Aku gak mau pilih jurusan ini ah. Atau hobi ini. Atau pekerjaan ini. Karena kita tahu, makin banyak peminat, makin kelihatan mudah jurusan tersebut, berarti kompetisi makin besar. Meskipun demikian, supply-demand theory, artinya ada banyak institusi yang memfasilitasi jurusan tersebut juga. Dulu aku tertarik sama fotografi, tapi karena kakak sepupuku sudah duluan terjun ke bidang tersebut, aku memutuskan untuk mundur. Karena sangkaku, keluargaku tak butuh lagi orang yang jago fotografi dan siapa juga yang mau jadi orang yang kedua di dalam keluarga, kan.

    Dulu pas psikologi booming, banyak orang mau belajar psikologi juga. Aku yang memang sudah tertarik apalagi semenjak baca Webtoon Dr. Frost bukannya diseriusin malah kutinggalin gitu aja. Aku gak mau memiliki apa yang orang lain sudah miliki, aku mau yang beda. Orang lain lurus, aku mau jalan zig-zag. Orang lain lulus kuliah, cari kerja, nikah, punya rumah-mobil, punya cucu, lalu mati. Bagiku jalan hidup yang kaya gitu, udah template banget. Makanya ngulang SMA lagi setahun. Makanya ke Taiwan jadi babu (buat kamu yang udah ngikutin blog ini dari lama pasti tahu). Makanya masuk kecantikan padahal setelah lulus juga masih aja gak bisa make-up. Makanya ninggalin apa yang aku bilang passionku tuh di design cuma untuk apa. Yep, belajar International Business. 

    Ini opini tapi ini yang aku lihat dulu. Orang Indo kalau ke negara yang berbahasa bukan Inggris, jurusan apa yang diambil? Kalau gak Manajemen ya Bisnis. Sekarang memang banyak yang ambil design juga sih, meski dengan kemampuan bahasa pas-pasan (which is keren banget). Mungkin sekarang jurusannya udah bervariasi karena sekolah juga butuh pelajar. Tapi gini, di kelas ini semuanya pake Bahasa Inggris dan muridnya international student semua kecuali dua anak Taiwan asli. Kalau mau mikir, aku mau lulus SMA di Indonesia terus masuk jurusan ini juga kan bisa. Tapi, aku malah muter-muter belajar bahasa Mandarin, belajar cara nyuci rambut, belajar marketing, cari temen Taiwan, keluarin modal bahan buat ujian, les gambar kilat waktu libur kerja, mabok Mandarin karena teori seninya full Mandarin, ujung-ujungnya masuk Bisnis. Sesuatu banget.  Iya, hidupku zig-zag banget makanya kalau jalan gak bisa jalan lurus. Emang udah sengklek dari sananya kayanya. 

Sekarang tablet yang kubeli bukan dipakai untuk menggambar tapi dipakai buat belajar Akunting sama Ekonomi. Karena aku sama sekali gak punya background di dua bidang itu. Aku ngerasa aku harus ngeluarin effort lebih besar daripada yang lain karena mau gimana lagi. Udah menerjunkan diri sendiri ya sekalian dipakai berenang, loh. Udah gak bisa denial bukan ini yang aku mau karena jelas-jelas keputusan aku yang buat dengan campur tangan Tuhan di dalamnya. Gimana aku tahunya? Aku sampai nanya ini ke pembimbing rohaniku tapi kalau memang bener dari Tuhan, rasanya tuh lancar aja gitu. Proses dari ujian tertulis, interview, masuk kelas Bisnis sama temen-temen internasional lain rasanya natural dan mengalir mulus. Ada semacam ketenangan yang gak bisa dipungkiri berasal dari keamanan finansial (itu salah satu alasan terbesar aku masuk Bisnis) tapi ada juga perasaan, bukan berarti kamu masuk bisnis gak bisa terus menggambar, kan. 

    Mungkin ujian design cuma salah satu persinggahan aku untuk masuk ke universitas dan ketemu sama banyak orang suportif di sini. Mungkin aku sebenernya gak siap juga kalau harus menjadikan gambar sebagai sebuah kewajiban bukan sebuah hobi. Mungkin Tuhan ada rencana lain dengan membuat aku masuk jurusan ini. Aku nulis menggunakan kata ‘membuat’ dan bukan ‘membiarkan’ karena I’m not even imagine this to happen. Sekarang aku memikirkannya lebih dalam, ini mungkin salah satu cara Tuhan untuk melepaskanku dari beban finansial. Uang sekolah sebenarnya menjadi salah satu pertimbangan besar keputusanku untuk berkuliah. Jujur, uang tabunganku selama tiga tahun sekolah-kerja, cuma cukup dipakai selama setahun kuliah. Aku malah sudah berpikir, aku akan membiarkan orang tuaku membayar uang sekolahku untuk tahun kedua sebelum cuti setahun untuk working-holiday visa di Australia. See, I even think about that thing. Aku pernah bilang pada wali kelasku ketika ia menanyakan situasi finansialku, dan aku menjawab sambil tertawa kikuk kalau bisa setahun kuliah saja, aku sudah puas. Aku bahkan tak memikirkan bisa lulus univ atau nggak.

    Tapi, ternyata yang Tuhan kasih malah lebih baik. Karena uang sekolah jurusan bisnis lebih murah daripada jurusan design. Dan sekolah bisnis juga terhitung cukup santai daripada jurusan design yang harus nugas ini-itu dan beli bahan gambar yang memakan cukup banyak uang. Waktu kuliah yang terhitung cukup singkat juga memberikan keleluasan bagiku untuk pergi part time. My money-oriented eyes get even more shiny when I want a lot of things to buy. Sekarang, aku bisa berani membayangkan diriku lulus dari univ. Setidaknya empat tahun ke depan, aku gak usah memikirkan mau kerja apa nanti. Kalau empat tahun masih gak cukup, tambah Master loh. Haha

    Masih banyak banget yang mau aku tulis. Tapi kayanya lanjut part dua, deh. Next post, aku mau khususkan ke kedua orangtuaku yang udah hit my ass to get me learn language cause I swear, it helps me a lot. Until then, bye! Kala cao. 


Komentar

  1. Satu lagi bakatmu, ternyata kamu jago banget nulis... i'm enjoying reading your story, can't wait for the second part... and don't worry, in Jesus, the best is yet to come...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer