Kuakhiri Tahun Ini dengan Sakit

 


Hai, Kala di sini. Sebenernya galau mau nulis tentang 'Timun Mas di Salon' atau 'Ada Apa 2023 Ini'. Tapi, karena aku males nostalgia dan memikirkan masa lalu, akhirnya kutunda dulu tulisannya untuk waktu yang tak memungkinkan. Sebisa mungkin, aku mau pelan-pelan mencerna apa-apa saja yang terjadi tahun lalu. Soal Timun Mas, sih.. ini beneran ada orangnya di salon dan aku kan tidak mau mengawali awal tahun dengan ngegibah dan nyinyir, jadi kutunda juga postingannya. Kali ini, aku mau cerita soal kebangkitan melalui penderitaan. Anjay.


Sebenarnya menjelang tahun baru, aku sakit. Ternyata kerja tak sampai sebulan itu benar-benar menghabiskan energi, baik fisikku dan mentalku juga. Apalagi kalau ngeliatin kelakuan orang di sini. Nyatanya, orang malas itu di mana-mana akan selalu ada. Cuma terserah kita, mau mengumpat-umpat melihat kelakuan mereka atau kita pakai menjadi kesempatan meraup cuan. Jadi aku sakit, sebenarnya bukan karena menyimpan duri dalam hati, tapi emang overworked. 

Sakit kepalanya berasa ditusuk-tusuk


Kalau sudah sakit begini, gaji yang kukumpulkan sudah tak berarti lagi. Apalagi pas meriang di dalam kamar asrama yang lempab dan sumpek. Layaknya Si Gadis Korek Api yang melihat kehangatan natal lewat sekelebat korek api, aku merindukan kamar luas penuh sinar mentariku di Bandung. Bahkan pada saat aku sakit begini akibat tertular dari teman asramaku dan harus ijin kerja, aku sama sekali tak menyalahkan siapapun atau mengkhawatirkan pemotongan gaji. 


Namun begitu sedikit baikan dan bisa turun dari ranjang, keesokan harinya aku memutuskan untuk kerja meski dengan kondisi suara serak, batuk-batuk dan masih lemas. Dasar budak korporat! Itulah satu-satunya penyesalanku. Aku merasa bersalah pada diriku sendiri yang sudah tau capek sampai-sampai adikku yang tinggal di beda kota datang untuk merawatku, aku masih saja hidup dalam bayang-bayang potong gaji. 


Tambah lagi alasanku untuk tak melanjutkan karir di bidang ini. Alasan-alasan ini nantinya bisa kugunakan untuk menggebrak meja diskusi kalau masih ditanya sama bapakku kenapa gak mau lanjut aja. Biar dia mengerti, kalau aku tak mau cuma menjadi patung yang luarnya dipenuhi lapisan emas tapi dalamnya keropos dan rapuh dan tengik. Kalau mau juga, bagian keroposnya terbuat dari emas juga, lah! 

Referensi asal


Jadi, beginilah hari-hari hidup di Taiwan yang biaya dokter sama obatnya cuma 100 ribu rupiah. Jajannya jadi bulak-balik ke dokter, deh. Apalagi di sini, ijin sakit yang dikeluarkan dokter pun diduitin. Se-gila kerja itu ya. Jadi pergantian tahun pun berlalu begitu saja. Tak ada kembang api, tak ada petasan, tak ada hingar-bingar pekikan tawa dan tak ada film usang nostalgia tahun baruan lagi. Sudah lama aku meninggalkan euforia perayaan, perlahan memudar dikikis peristiwa covid dan musnah ketika aku jauh dari keluarga dan teman-teman terdekatku. 


Jangan tanya suara terompet yang memekakkan telinga, sebuah resolusi saja aku tak bisa membuat komitmen. 

Komentar

  1. Cepat sehat, pulih dan semangat kembali ๐Ÿ’ช๐Ÿ™๐Ÿ™ Jesus loves you! ❤️

    BalasHapus
  2. Semoga sdh lbh baik, don't worry, kita tetap bisa merayakan ganti tahun kapan aja... new year is just a date to celebrate ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, i mean it's not a celebration without people in it, right?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer