Kerja, Kerja, Tipes aja

 

Hai, Kala di sini. Aku bukan Minkyung dari webtoon Iseop's Romance yang begitu mendedikasikan dirinya untuk bekerja sampai-sampai wisata kantor pun masih disebut kerjaan olehnya. Meski dalam lubuk hatiku, aku iri padanya yang bisa begitu sigap meladeni tumpukan kerjaan yang diberikan oleh atasannya tanpa mengeluh. Ia tipe orang yang jika bekerja, tidak hanya mengerjakan sampai berhenti di A, namun juga akan memberikan plus di belakangnya. 

Persis kata komen Mas/ Mbak ini :)


Dulu, orang tuaku berpesan padaku, kalau aku bekerja, aku juga harus memberikan semaksimal mungkin. Bukan untuk dilihat bos, namun semuanya untuk kemuliaan namaNya. Dan memang tak semudah kelihatannya. Apalagi kalau tubuh sudah terlalu letih. Makanya, jujurly aku kagum sama Minkyung dan penasaran sama motivasinya yang begitu mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Mungkin ancaman? Mungkin sesederhana, apa yang bisa kulakukan, aku lakukan dengan segenap hatiku. Mungkin ambisi menjadi yang terbaik atau mungkin, tanpa ambisi malah membuat kita lebih terfokus dengan apa yang di depan mata daripada menantikan apa yang mungkin terjadi di masa depan. 



Apapun itu, akhir-akhir ini aku merasa letih. Kerja tak mau, libur pun gak tau mau ngapain. Aku tahu aku datang ke sini untuk bekerja, mengumpulkan uang. Managerku bahkan sampai berkata, kalau uang-lah yang paling penting. Hah! Bagi atasan, tentu saja bisa dengan mudahnya menjadikan uang sebagai alasan untuk segala sesuatu.  Tapi aku yang menjalaninya, apalagi hampir dua pertiga hariku dihabiskan di salon, tentu saja tak mudah. Jangan iming-imingi aku dengan gaji yang nominalnya lebih besar tiga kali lipat dari gaji guru tetap ayahku dulu, aku bahkan sama sekali tak menikmatinya. I mean, of course it's a good feeling when you feel you can buy anything for anyone. 


Untuk membeli tanpa harus melihat harga, apalagi kalau sudah terbawa suasana, apapun yang dirasa suka bisa saja dibeli. Aku pernah kok di situasi itu. Apalagi ketika adikku datang ke Taiwan. Ada rasa bangga ketika aku bisa membelikannya sesuatu, tidak lagi menggunakan uang jajan tabungan dari orang tuaku tapi merupakan hasil dari jerih payahku. Walau ya, sesederhana biskuit belasan NTD. Mempunyai uang rasanya memang se-menyenangkan itu.


Ketika aku menceritakan apa yang kukatakan pada managerku, ibuku bilang, 'yaudah kamu kaya robot aja. Kerjanya gak usah pakai hati.' Tahukah kamu? Kalau hati ini sudah lelah, dan ketika air mata saja tak bisa keluar, dengan sendirinya hati ini menjadi mati rasa. Aku tak lagi menunggu hari libur karena ya, sama saja. Libur pun kuhabiskan dalam kebisingan pertikaian logika dan perasaan.




Maka yang dapat kulakukan adalah bekerja, pulang kerja, tidur, makan, lalu kerja lagi. Dan ketika terbangun dari tidur, aku tak bisa tidak berpikir untuk kembali tertidur lalu tidak terbangun kembali. Rasanya tidur delapan jam tidak cukup untuk mengusir rasa lelah. Aku bahkan tak peduli apa yang terjadi di luar sana, aku cuma ingin tertidur dan melupakan semuanya. 

 ¯⁠\⁠_⁠(⁠ ͡⁠°⁠ ͜⁠ʖ⁠ ͡⁠°⁠)⁠_⁠/⁠¯

Sans, aku gak apa-apa kok. It's just a temporary feeling that I can't help to write it down. Justru rasa letih ini seperti batu bara yang membulatkan tekadku untuk mengejar apa yang mau kulakukan dengan hidupku. Aku semakin yakin, bahwa kehidupan yang terpenjara di dinding kaca ini bukanlah milikku. Bagiku, ini cuma jadi batu lompatan supaya aku bisa punya modal mengejar bayangan itu.  Betewe, kemaren post ig story asbun bilang cape, tapi banyak yang komen nanyain (lima orang kusebut banyak lah ya). Agak terharu juga, ga keliatan but I know you still there, thank youu <3 Semangayy kalian jugaa.

Mungkin sebenarnya yang membuat lelah adalah ekspektasi yang terlalu tinggi dan entah ambisi apa yang terselubung. Tapi, aku nemu kalimat ini, 


jadi serba salah wkwk. 

Komentar

Postingan Populer