Gerhana Kembar: Cinta Tiga Generasi
Hai, Kala di sini. Menulis untukmu tentang pendapatku soal buku Gerhana Kembar. Tak usah bertanya bagaimana caraku mendapatkan buku itu tapi setelah membaca buku Re: oleh Maman Suherman, aku menjadi penasaran dengan buku-buku lain bertema sama. Apalagi buku bertema lesbian masih sangat sedikit di Indonesia. Jujur, pada awalnya aku enggan menulis pendapatku. Takut dengan apa kata orang soal buku bacaanku. Tapi, buku ini lebih dari sekadar percintaan sesama jenis. Dan lagi, kehidupan fiksi tentu berbeda dengan kehidupan nyata, kan.
Langsung ke intinya saja, dibandingkan premis percintaan romantisnya, aku lebih suka plot tentang ibu dan anak yang diceritakan melalui tiga generasi ini. Bagiku sendiri, hubungan romantis antara kedua tokoh utama terlihat terlalu dilebih-lebihkan dengan kalimat yang melankolis dan bersayap. Pace hubungan mereka juga terlalu cepat dengan perkenalan kilat dan banyak sentuhan fisik yang rasanya aneh sekali jika dilakukan di dunia nyata. Apalagi bersama dengan orang yang baru saja berkenalan. Mungkin bagi Fola, Henri adalah cinta pada pandangan pertama? Mungkin itulah yang ingin disampaikan oleh penulis.
Aku suka novel romantis terlepas dari gender tokoh utamanya. Apalagi jika kisah percintaannya sederhana dibarengi dengan usaha dan perjuangan tokoh utama untuk mendapatkan kekasihnya. Tapi, meskipun kedua tokoh ini sama-sama berjuang untuk kebahagiaan kisah mereka, aku dapat merasakan usaha penulis yang setengah mati ingin menyampaikan betapa kuatnya hubungan mereka berdua. Padahal, dengan tingkah laku kedua tokoh utama, gestur yang dijabarkan dengan jelas, sudah cukup untuk menyentuh hati para pembaca. Tak perlu kalimat sendu yang menegaskan kembali rasa cinta mereka.
Jujur, daripada narasi penulis tentang perasaan kedua tokoh, aku lebih menikmati dialog sederhana antar para tokoh. Penulis kehilangan minat bacaku pada dua per tiga alur buku. Dan menyelesaikannya menjadi sebuah tantangan berat bagiku. Yang membuatku bertahan adalah sub plot Lendy. Menarik bagaimana cara penulis memaju mundurkan alur cerita sembari menyisipkann naskah Gerhana Kembar di antaranya. Aku sendiri dapat membayangkan tantangannya menulis tiga generasi tokoh berikut dengan peristiwa besar yang mengubah dan menjadi klimaks dari masing-masing plot cerita.
Aku sangat menikmati hubungan ibu-anak antara Diana dan Eliza. Apalagi ketika Eliza berkata,
Pada usia usia tujuh belas tahun, tidak ada kecemburuan yang lebih besar selain melihat ibumu mempunyai seseorang yang dicintainya selain anak perempuan nya.” hlm 253
Apakah aku akan cemburu kalau ibuku punya seseorang untuk dicintai selain aku? Pada usia tujuh belas tahun? Mungkin tidak. Aku terbiasa berbagi cinta orang tuaku bahkan sebelum usiaku menginjak dua tahun. Tapi mungkin bagi Eliza yang hanya seorang anak tunggal, sentuhan dan buaian kasih Diana menjadi satu-satunya sumber energi terbesar. Aku dapat membayangkan betapa lucunya Eliza ketika ia masih kecil. Memang dalam buku ini, masa kecil Eliza lebih banyak dibahas daripada masa kecil tokoh utama kita, Lendy, anak Eliza.
Justru, inilah yang sangat disayangkan. Penulis tidak terlalu menggali perasaan Eliza kepada anaknya, Lendy. Kita cuma diberi tahu bahwa untuk melupakan kesalahannya dan menyibukkan dirinya, Eliza memilih menjadi wanita karir demi kemapanan keluarga kecilnya. Bahkan sampai anaknya menginjak usia dua puluh tujuh tahun. Di awal, diceritakan bahwa Eliza lebih menyayangi Diana dibanding putrinya sendiri. Namun di bagian akhir cerita, perasaan sesungguhnya kepada Lendy baru tersampaikan. Lalu, selama ini kemana Eliza?
Tak ketinggalan, aku benar-benar menghargai dan mengerti betul keputusan Diana untuk memilih keluarga kecilnya daripada belahan jiwanya. Bagaimana dalam sepanjang hidupnya, ia memiliki kesempatan untuk memulai hidup baru namun lagi-lagi memutuskan untuk tinggal. Yang paling mengharukan adalah, bagaimana ia menghabiskan sebelas bulan untuk menemani sang suami sampai akhir hayatnya. Suami yang tak pernah ia cintai. Tapi, ia memilih untuk menunaikan tugasnya sampai akhir meski pilihan untuk pergi bisa ia pilih. Menurutku, ini salah satu karakteristik kuat Diana.
Kalimat yang mengatakan kau pasti bahagia melihat seseorang yang kau cintai bahagia meski tanpa dirimu tidak berlaku di novel ini. Karena keduanya tidak bahagia jika tidak bersama. Yang kudapatkan adalah, darah lebih kental dari pada air dan meskipun cinta tidak mengenal darah dan air (seperti yang dikatakan Lendy), kau masih bisa tetap mengutamakan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaan dirimu semata.
Bayangkan kalau Diana bersikap egois dan memilih hidup bersama Selina. Apa yang akan terjadi pada Eliza yang hamil muda di luar pernikahan. Ia merusak dua generasi sekaligus demi akhir hidup yang bahagia. Jadi, sekali lagi, buku ini tidak cuma menceritakan pasangan lesbian, namun juga menceritakan betapa besarnya kasih ibu kepada anaknya. Menurutku pribadi, aku merasa, kehadiran Henrietta hanya menjadi tokoh pembantu yang menjadi godaan terbesar bagi Diana. Plot utama sesungguhnya adalah hubungan Diana dan Eliza yang diceritakan melalui Lendy. Karena bagian itu yang menarik bagiku.
Komentar
Posting Komentar