Tamparan Kenyataan
Hai, Kala di sini. Setelah tiga bulan nggak konsisten post di blog, aku harap selama di sekolah bisa rajin update buah pikiranku yang random. Yah, bisa dianggap catatan kecil buatku di masa depan nantinya. Tiga bulan tak hanya mengajarkanku ilmu pengetahuan baru tentang rambut, tapi juga pengenalan akan diri sendiri dan hubungan sosial yang terjadi di dunia pekerjaan.
Ada berapa banyak sih orang yang tau dia mau jadi apa semenjak di SMA? Dulu, aku suka mencibir di dalam hati kalau mendengar jawaban temanku yang tak tau mau kemana sehabis lulus SMA. Tapi, melihat mereka sekarang di jenjang kelas tiga, aku jadi mengerti dan lebih bisa berempati pada teman-temanku yang galau tentang universitas beserta jurusannya. Dulu, bermimpi bisa setinggi-tingginya. Aku mau masuk jurusan kedokteran! Mau kuliah di Oxford! Mau dapat beasiswa full! Tapi mendekati waktu ujian, kenyataan sesungguhnya menjadi tamparan keras untuk melihat realita.
• Ternyata, orang tua tidak mendukung
• Ternyata, keuangan tidak cukup untuk membiayai.
• Ternyata, sumber belajar kurang terfasilitasi.
• Dan segudang ternyata lainnya.
Kamu mungkin putus asa. Merasa kalah sebelum berperang. Merasa keadaan tidak berpihak padamu. Tapi toh, tak ada ruginya mencoba, kan. Mungkin, jalanmu memang di situ. Atau mungkin, ada jalan yang lebih baik dan lebih cocok bagimu. Karena apa yang kamu inginkan belum tentu kamu butuhkan. Kurang lebih seperti itulah cerita salah dua hairstylist-ku di salon.
Ternyata dua hairstylistku (yang sama-sama keren di kelebihan masing masing) bukan sedari awal memiliki ketertarikan di bidang tata rambut. Tapi karena faktor keluarga dan ekonomi, mereka tak punya pilihan lain selain menekuni bidang ini demi menjaga sumbu kompor tetap menyala. Ternyata suatu hal yang tak pernah terpikir sebelumnya untuk dijalani, kalau terus ditekuni akan membuahkan hasil juga. Mereka berdua sama-sama sukses dan bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga. Bahkan di usia yang terbilang muda.
Ibuku bilang, cintai apa yang kau kerjakan dan kerjakan apa yang kau cintai. Mungkin cinta terdengar terlalu muluk-muluk. But after all, it pays you well so you try to find joy in it. Keduanya saling berkaitan tak bisa dipisahkan karena mencintai yang kau kerjakan tak selamanya menjemukan dan mengerjakan yang kau cintai ga selalu berjalan semulus itu.
Ada saatnya kau telah mengerjakan apa yang kau cintai tapi kau tetap merasa kosong di suatu waktu. Itu wajar. Bosan itu wajar. Justru menjadi kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang. Pada saat itulah, kamu belajar untuk mencintai apa yang kamu kerjakan. Kupikir hidup ga melulu soal aku tahu aku mau ngapain dan mau jadi apa. Tapi juga tentang aku punya bidang dan pekerjaan ini untuk dijalani, maka aku belajar untuk mencintainya dan melakukannya dengan sepenuh hati.
Cinta karena terbiasa nggak hanya berlaku untuk manusia aja, loh. Untuk bidang dan pekerjaan yang kita lakoni, cinta juga bisa tumbuh karena terus-menerus dilakukan. Manusia itu keren, ya! Bye, Kala ke sana.
Komentar
Posting Komentar