Orang Taiwan Butuh No Drop??

Peringatan: Cerita ini hanyalah pengalamanku belaka tentang seseorang yang kebetulan orang Taiwan. Tidak mengeneralisasi bahwa semua orang Taiwan mulutnya bocor. Sama seperti rumah bocor, baik di Indonesia maupun Taiwan pasti ada aja orang yang gak bisa jaga rahasia. 



Hai, Kala di sini. Tak hanya sekolah yang punya drama dan dinding ruang guru yang punya telinga, tapi di dunia pekerjaan pun punya dramanya tersendiri. Khusus untuk aku yang bekerja di salon, ruang karyawan untuk makan tidak hanya menjadi tempat untuk mengenyangkan perut namun juga menjadi tempat untuk bergosip ria. 


Semuanya bermula dari makan bareng, sembari mengunyah, lidah yang luwes itu mengeluarkan jurus saktinya. Ngegibahin orang. Tak disangka, ternyata orang Taiwan juga suka bergosip layaknya emak-emak kalau sedang arisan. Tentu saja tidak bisa dijustifikasi bahwa semua orang Taiwan suka ngomongin orang, karena memang terlepas dari negaranya, orang yang hobi bergosip kan selalu ada. Atau kalo boleh ngeles, memberikan pendapat tentang orang lain. 


Makin kesini, aku makin menyadari perbedaan budaya Taiwan dan Indonesia. Kalo orang Indonesia ketika menyampaikan kritik harus memutari Stadion Gelora Bung Karno dulu baru menyampaikan inti pembicaraannya, itu pun disertai dengan kalimat, "Aku kasih tau gini, gak ada maksud apa-apa, ya. Maaf banget, gak ada niatan bikin kamu tersinggung." 


Lain cerita kalau orang Taiwan yang menyampaikan kritik. Ibarat mereka ada di seberang jalan dan ingin menghampiri kamu. Mungkin akan selintas tengok kanan-kiri dulu, lalu tanpa ragu berjalan ke arahmu. Kritik mereka itu langsung nancep ke hati woe. Gak bikin bingung dan jadi bertanya-tanya, 'Sebenernya ni orang mau ngomong apa, sih?' Intinya mereka itu lebih straight forward. Kalo ga suka, ya ngomong ga suka. Kalo suka, ya ngomong suka. Makanya di sini tuh, gak boleh cepet baper. 


Aku bisa ngerti, sih kenapa mereka suka bergosip. Harus kuakui, aku sendiri begitu mudah jatuh ke dalam jebakan itu. Kalo bahasa kerennya sih, menganalisa pendapat orang mengenai sikap dan tingkah laku orang tertentu. Ceileh, udah kaya judul skripsi aja. Ngeles lagi, kan aku jadi tau bagaimana cara mereka melihat orang tersebut dan bisa menilai hubungan apa yang mereka miliki. 


Tapi aku juga tau diri, dong. Apalagi sebagai penikmat lagu Aa Rizky Febian, 'Cukup Tau' aja. Apapun ocehan mereka ya berhenti di aku atau di teman Indoku satunya. Aku kan gak mungkin nyamperin ke orang yang digosipin lalu berbisik, 'Eh si A ngomongin ini loh soal kamu.' Kan lucu, aku seakan menjadi penyambung lidah. Mending kalau pesan yang disampaikan sesuai dengan yang dimaksud tanpa memberi opini pribadi. Tapi, kebanyakan sih, udah dikasih opini pribadi, inti dari pesannya melenceng jauh lagi. Kan bikin orang salah paham.


Ga ngerti? Jadi gini, cerita sedikit dulu, ya.  Kami sebagai anak perantauan mendapatkan sedikit lebih banyak perhatian khusus dari manager toko. Karena kalau mereka (orang-orang di toko) lalai menjaga dan merawat kami, urusannya bisa ke sekolah dan jadi panjang banget. Jadi mereka sebisa mungkin pastinya ingin menjaga nama baik lah, ada urusan apa-apa yang bisa diselesaikan di dalam toko, sekolah ngapain harus tau. Urusan apa, sih? Misalnya, kita mendapat perlakuan tidak adil dari penata rambut (yang kita panggil guru di sini).


Manager toko kami tidak seperti manager yang diceritakan di drama maupun komik yang sering kubaca. Ia masih muda, masih berumur dua puluhan tapi yang pasti, ia tahu caranya merebut hati kami. Ia dengan caranya memberi perhatian khusus untuk setiap kami. Dan aku dengan lugunya percaya begitu saja padanya. Ceritanya begini...


Ia bertanya pada kami, apa pendapat kami tentang guru-guru di sini. Aku pikir, inilah saatnya aku menunjukkan keahlianku dalam mengobservasi orang. Jadi dengan kalimat sederhana akibat keterbatasan bahasa, aku menjelaskan padanya. Aku bilang, wakil bos suka nyindir yang kalau diterjemahkan ke Bahasa Inggris menjadi 'tease'. Maksudku, ia memang suka memberi tahu ke orang banyak kelakukan bodoh seseorang. Di depan orangnya. 


Sebagian orang mengganggapnya hanya angin lewat, sebagian lagi benar-benar menyimpannya di dalam hati. Sedangkan aku adalah orang yang nggak masukin ke hati tapi masukin ke otak. Diinget terus gitu. Terus tau gak? Dia kasih tau ke orangnya langsung, dong. Dan kalimatnya diubah lagi. Dari yang 'suka becanda' jadi 'ngetawain orang'. Artinya beda jauh banget, menangesss.


Aku, seketika itu langsung merasa terkhianati. Aku pikir, sebagai majikan dan manusia yang sehat rohani maupun jiwa, seharusnya tahu dong, apa yang harus disimpan dalam hati, apa yang harus disampaikan ke orangnya langsung. Yah, memang kata 'seharusnya' benar-benar berbahaya karena membangun ekspetasi apa yang seharusnya orang lain lakukan. Padahal kan tidak ada kewajiban bagi manager untuk tidak memberi tahu ke wakil bos. 


Saat itu aku benar-benar overwhelmed dan gak abis pikir. Aku jadi takut apa pendapatnya tentang aku. Apakah aku jadi orang yang gak bisa diajak becanda di matanya? Apakah aku akan jadi orang serius dan membosankan seperti waktu aku kecil? Seharian itu, aku mencak-mencak sendiri, jalan sebisa mungkin dibanting tanpa kelihatan kaya orang gila wkwk.


Tapi sekarang, setelah dipikir, direnungi, didalami kembali, sebenarnya ini hanyalah drama kecil kehidupan yang akan lewat begitu saja. Buktinya, hubungan aku dengan wakil bos biasa saja. Tidak ada yang berubah. Ia tetap memperlakukanku seperti biasa. Mungkin aku saja yang menganggapnya terlalu serius. After all, I'm still that freaking dead serious little girl. Bye, Kala out. 


Komentar

Postingan Populer