Jangan Memperlakukan Seseorang seperti Kamu Ingin Diperlakukan
Hai, Kala di sini. Sudah lama tak berkabar akibat kesibukan magang dan kemalasan hari libur. Banyak ide yang mau ditulis tapi tak ada satu pun yang berhasil menggerakkan jari-jemari ini. Postingan ini pun lahir karena paksaan internal. Mungkin pilihan katanya tak akan indah, terkesan dibuat tergesa-gesa, dan pendek. Cocok buat kamu yang gak punya waktu banyak tapi entah kenapa mau membaca artikel pendek (yang ga penting).
Sedari kecil, kita biasanya diberi tahu untuk memperlakukan seseorang seperti kita ingin diperlakukan. Dan sebagai anak ayam yang tak tahu arah, aku hanya mengikuti induk dari belakang. Tentu saja induk tahu lebih banyak soal dunia ini dibanding aku. Tapi yang namanya ayam ya akan tetap menjadi ayam dengan segala kekurangannya yang tak bisa terbang.
Maksudku adalah terkadang induk ayam pun bisa salah. Dan kata-kata di atas tentu tidak bisa diaplikasikan di semua situasi. Hal ini baru kusadari ketika membantu teman mencuci rambut. Setiap beberapa hari sekali, aku dan teman sekerjaku biasanya saling mencuci rambut satu sama lain. Kerja di salon tentu saja harus memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia dengan maksimal (termasuk 'mencuri' shampoo paling mahal). Anak yang baik tentu tidak meniru.
Tenagaku sedari awalnya memang sudah besar. Dan aku suka kepalaku digaruk dengan keras juga. Maklum, rambutku tebal. Kalau tenaganya kecil, kulit kepalaku tak akan kena garuk dan alhasil menjadi tidak bersih. Lain ceritanya dengan temanku yang rambutnya tipis akibat cat rambut yang sering ia aplikasikan di masa lalu. Rambutnya mudah menjadi kusut dan preferensinya yang memang tak suka tenaga besar.
Sampai di sini, ngerti kan, maksudku apa? Apa yang kita pandang baik, belum tentu diterima baik bagi orang lain. Kalau usaha terbaikmu untuk orang lain itu tidak dihargai sebagaimana seharusnya, ya wajar. Udah biasa kok kaya gitu. Sudahi sakit hatinya, mari sama-sama menyanyi,
Tak satupun yang aku sesali.
Hanya membuatku semakin terlatih
Begini rasanya terlatih patah hati.
Permasalahannya tak berhenti di situ. Kadang niat kita udah baik, rencana kita udah baik, hubungan kita juga baik #ea. Salah, salah, maksudnya hubungan kita dan orang tersebut baik. Ehh, caranya yang salah. Sehabis itu jadi salah paham deh. Udah kaya sinetron Ikatan Cinta ga ada habis-habisnya, mau di sinetron sama di real life ada aja dramanya.
Contoh nyatanya, bapak sendiri. Pih, maaf ya, tapi aku butuh contoh nyata, jadi apa yang ada, aku tulis aja. Maaf pih, ga niat durhaka, apalagi buat papi murka. Ketika menegur dan memberi nasihat, tentu saja diawali dengan niat yang baik agar anaknya tidak masuk ke dalam lubang yang salah. Bisa jadi juga, agar tidak mengulangi kesalahannya yang sama di masa lalu. Meski maksudnya baik, sering kali cara beliau menyampaikan membuat nasihat yang tadinya bisa diterima dengan baik malah menjadi tuntutan yang memaksa.
Semakin tinggi intonasi kalimat yang beliau ucapkan, makin mengeras hatiku untuk mendengar dan taat. Apalagi dengan sifatku yang keras kepala, tak dipungkiri banyak bentrokan di antara kami berdua. Walau semakin dewasa, akibat persamaan sifat itu, membuatku makin mengerti posisi dan perasaannya. Oleh karena itu, untuk menghindari perlakuan yang tidak dihargai, amit-amit salah memperlakukan orang, dibutuhkan satu ramuan jitu yang membutuhkan waktu yang lama untuk dibuat. Yaitu, mengenal lebih dalam orang tersebut.
Layaknya sahabat dekat, tak hanya kelebihan dan kekurangan masing-masing, preferensi masing-masing pun diketahui dengan baik. Mulai dari tipe pasangan sampai cara makan bubur pun sudah dihafal di luar kepala. Hayo, siapa yang langsung nanya ke sahabatnya cara dia makan bubur?
Ngga ada.
Iya, aku tau. But, anyway, itu lah alasannya kenapa dibutuhkan waktu lama untuk mengenal pribadi satu sama lain. Ibarat eksperimen, dibutuhkan trial and error dalam memperlakukan seseorang. Tentunya kita ingin mengenal lebih dalam mereka yang kita sayangi, kan. Biasakan lah diri untuk memperhatikan dan mengingat preferensi mereka. Untuk mereka yang dekat meski tak kamu sayangi, kamu pasti sudah terbiasa dengan kehadirannya sampai-sampai tak kamu sadari, kamu tahu preferensinya juga. Pasti gak mau ngaku lagi. Udah ah, cape. Bye, Kala ke luar.
Komentar
Posting Komentar