Ketawanya Barengan, dong!
Dengan adanya teknologi seperti Youtube Shorts dan Tiktok, generasi muda seperti kami dapat mengakses berbagai jenis konten dengan mudah. Tidak hanya berita, kami juga menghibur diri dengan konten ringan nan humoris. Tak jarang, kami pun tertawa dibuatnya. Apalagi dengan konten orang Indonesia yang tak perlu diragukan lagi kekreativitasannya.
Memang benar, untuk menghibur diri dari situasi yang tak menentu ini, tertawa menjadi barang mahal yang dicari oleh banyak orang. Layaknya obat untuk kesehatan mental masing-masing. Setelah belajar keras seharian, kami biasanya menggunakan waktu sisa untuk menepi dan tertawa.
Namun, bagaimana jika, stress-relieved tersebut sampai mengganggu kedamaian orang lain. Mending kalau tertawa sendiri memang ketika seorang diri. Tapi kalau tertawa sendirian ketika orang lain sedang serius-seriusnya, bukankah menimbulkan pandangan bingung dari orang lain?
Sebagai generasi Gen-Z yang lahir dengan teknologi yang sedang berkembang pesat-pesatnya, aku pun sudah tak ambil pusing dengan orang yang tertawa sendiri sambil menatap layar gawai. Berbeda dengan kakek-nenekku yang bertanya kebingungan ketika mendapati aku tertawa cekikikan sendiri. Wajar saja, pada eranya, tertawa sendiri dianggap penyakit gila.
Mengganggu di sini ialah, terkadang kami begitu terfokusnya dengan layar kami, sampai lupa ada perasaan orang di sekitar yang harus dijaga. Nyatanya tak cuma hati si doi saja yang harus dijaga. Akibatnya suara tawa yang harusnya bisa menular, malah menimbulkan elusan dada bagi orang yang mendengarnya.
Apalagi kalo tertawa seperti burung yang tercekik atau penyihir yang berhasil membuat mantra baru. Bukannya menghina, tapi memang ada beberapa jenis tawa yang lebih cocok kalau ada telapak tangan yang menutupinya.
Lebih buruk, kalau teman sekamarmu tertawa ketika kau sudah meletakkan gawaimu, sudah hangat dan nyaman di bawah selimut, dan siap bermimpi. Perasaan tenang yang sudah dibangun, mendadak hancur begitu saja seperti bangunan lego yang tak sengaja tersenggol.
Makanya, akan lebih baik ketika kau menemukan sesuatu yang lucu, aku dengan rendah hati memintamu menunjukkannya padaku. Bukankah tertawa berbarengan lebih baik daripada tertawa sendiri? Mereka bilang, saat kita tertawa bersama-sama, artinya kita sudah nyaman dengan satu sama lain sampai bisa melepas tawa.
Kalaupun tak memungkinkan, aku yang penuntut ini memintamu untuk sedikit mengerti, mengecilkan suara tawamu tak akan mengurangi zat endorfin yang dikeluarkan otakmu, kan? Bahkan, hal sesederhana seperti tawa pun, kita masih harus memikirkan perasaan orang lain.
Komentar
Posting Komentar