Wisata di Fo Guang Shan, Kaohsiung

 
ngeblur sebelah dong gaes :')

Hai, Kala di sini. Tahun ini, untuk pertama kalinya, aku merayakan natal sendirian. Tak ada kue natal, kebaktian, apalagi hangatnya suasana natal bersama keluarga.  Yang lebih lucu lagi, natal tahun ini dihabiskan di dalam sebuah Museum Buddha terkenal di Kaohsiung. Terkenal karena orang Taiwan sendiri yang bilang begitu dan unsurprisingly, ada turis Indonesia. Orang Indonesia memang ada di mana-mana ya.

Begitu turun dari bus, patung besar Buddha sudah menyambut kami. Kemudian setelah beberapa patah kata dari pemandu kelasku, kami pun masuk ke dalam ruangan. Apa yang dikatakan pemandunya, sesungguhnya aku pun tak mengerti. Dan sia-sia saja kami membawa seorang kakak kelas yang malas menerjemahkan. Sayang sekali, padahal informasi yang disampaikan mungkin akan membuat perjalanan ini lebih bermakna.

Kemudian kami memasuki sebuah ruangan yang biasanya dipakai oleh umat Buddha untuk berdoa. Bau-bauan dupa yang menyengat, kilau emas yang menghiasi ruangan, tak lupa ukiran artistik di sekelilingnya menambah kemegahan dan rasa khidmat. Untuk ruangan ini, kami tak diperbolehkan untuk mengambil foto, minum, dan harus melepas alas kaki kami. Aku sendiri kurang tahu alasan dibaliknya. Mungkin karena kami memasuki tempat ibadah, bukan tourist attraction. 

Barulah di tempat selanjutnya kami diperbolehkan mengambil foto. Pertama-tama, kami menonton sebuah film 3D pendek tentang kehidupan sang Buddha. Begitu keluar dari ruangan bioskop, kami disambut oleh berbagai patung Buddha yang menggambarkan fase-fase hidupnya. Ada banyak hal mengenai kehidupan sang Buddha yang baru saja kutahu ketika mengunjungi museum ini.

Selama tour, kami juga berkesempatan untuk memutar wheel dan mengambil sebuah kertas mirip pembatas buku yang berisikan puisi tentang kehidupan. Menurutku, seperti kertas ramalan keberuntungan tapi isi kertasnya sama semua untuk setiap aspek kehidupan. Karena waktu yang terbatas, aku belum bisa memutar wheel tepat pada kata. Jadi aku ambil kertasnya random aja :v

Ada juga sebuah ruangan yang didedikasikan untuk menyimpan artefak-artefak berharga. Sebenarnya ada tour guide khusus yang menjelaskan masing-masing artefak. Apa daya, bahasa lagi-lagi menjadi dinding penghalang. Berbagai macam benda disimpan di sini, seperti prasasti, patung perunggu, benda pecah-beling dan lain sebagainya. Tak hanya itu, setiap artefak juga diberi keterangan mengenai tahun pembuatan, bahan, dan ukuran.

Aku dapet versi Inggrisnya๐Ÿ˜‹

Yang paling berkesan adalah ketika kami mengunjungi ruangan kaligrafi di luar gedung museum. Di sini kami bisa menulis harapan kami untuk 2022 juga mendapat kertas kaligrafi dengan teknik cetak tinggi. Sekarang pakai teknik cetak dulu, nanti alu buat sendiri kaligrafinya wkwk. Tak hanya itu, aku juga dapat buku gratis dan diajak ngobrol sama pemandu wisatanya. Aku tersanjung loh, walaupun Mandarinku masih patah-patah.

Terakhir, kami diajak minum teh bersama seorang bhikkuni. Tidak seperti minum teh yang seperti biasanya, kami diharuskan untuk bermeditasi terlebih dahulu. Kemudian, ada langkah-langkah minum teh yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai mempersulit hidup. Tapi karena langkah yang ribet ini juga perut yang keroncongan, teh pertamaku di Kaohsiung terasa nikmat sekalii. 

Sembari meminum teh, ia menceritakan sebuah kisah kepada kami. Inti dari cerita ini adalah, jangan langsung percaya dengan apa yang matamu lihat dan apa yang telingamu dengar. Karena indera manusia bisa saja menipu. Aku baru saja mau mempercayai apa yang telinga katakan padaku, karena sekarang ini ada banyak informasi yang disampaikan lewat lisan. Apa dayaku yang anak visual hiks.

Segitu dulu postingan kali ini. Pokoknya perjalanan ini gak mungkin aku lupain, karena kan udah ditulis di sini wkwk. 

Have a "Have a Nice Day" by waawei

-Kala (6 Januari 2022)





Komentar

Postingan Populer