Cerpen: Ada yang Benci Padaku
"Ada orang yang membenciku" teriakku pada teman kamar sesaat setelah kubuka pintu keras-keras. Dari tiga orang yang sedang sibuk menatap layar, hanya satu yg mendongakkan kepalanya. Yang satu cuma menggelengkan kepalanya pelan, tak mau repot melepas tatapannya dan layar. Yang satu lagi bahkan tak mendengar teriakanku. Tubuhnya ada di kamar, pikirannya sudah ada di drama korea.
"Sinting." Hanya itu respon yang kudapat.
"Eh, dengerin dulu woy. Tadi kan aku ke WC. pas lagi asik cuci tangan tiba-tiba ada orang datengin aku, terus teriak aku benci kamu."
"Terus? Kamu jawab apa?" Tanyanya basa-basi.
"Aku gak sempet bales. Dia langsung kabur gitu aja."
"Lah, tapi kamu tau siapa orangnya, kan? Tanya temanku lagi.
"Eh.. Aku sering lihat dia, sih. Kayanya seangkatan sama kita, deh. Tapi aku gak tau juga namanya." Jawabku agak ragu. Ia menatap mataku sebentar. Sedikit menjauhkan tubuhnya dariku lalu menyilangkan kedua kakinya. Kulihat ia membuka mulutnya namun kata-katanya tertelan begitu saja tanpa sempat diucapkan.
Lalu, seraya membalikkan badan ia berkata dengan entengnya, "Emang kamu enak dibenci, sih."
Aku yg mendengarnya langsung menggeplak kepalanya pelan, "Anjim."
Lalu hening. Kami kembali sibuk dengan urusan kami masing-masing. Kemudian samar-samar terdengar Suara Reza Rahadian dari Layangan Putus di salah satu hand phone temanku.
"Aku gak boong, sayang. Tadi kan ada meeting mendadak jadi baru pulang sekarang."
Tiba-tiba, temanku mencondongkan kepalanya mendekatiku. "Menurutmu, kenapa dia benci kamu ?"
Aku menatap balik padanya tapi tak mampu langsung menjawab pertanyaannya. Ia masih menunggu jawaban dariku tapi mulai muncul desakan dari pancaran matanya.
"Eh, mungkin karena mukaku nyebelin?" Jawabku asal.
Ia menyipitkan matanya dan menekuk bibirnya ke atas. Dengan sedikit emosi, ia berkata "Itu bukan alasan seseorang buat benci orang lain."
Aku yang terpancing kemudian menjawab, "Yah, mana ketehe. Tanya aja sendiri orangnya. Kamu pasti tau kok, yang mana.
"Aku tau? Siapa?" Tanyanya mulai penasaran. Intonasi yang tadinya sudah meninggi, kembali seperti biasa.
"Itu loh yang beberapa hari belakangan selalu ketemu terus sampe canggung sendiri." Jawabku mencoba mengingatkannya. Memang benar ada satu orang seangkatan kami yang entah kenapa -meski jadwal pelajarannya berbeda dan letak kelasnya yang agak jauh- selalu berpapasan dengan kami. Aku sering melihatnya bersama dengan teman-teman seangkatan kami yang lain. Tapi belum ada waktu untuk bertanya siapa namanya.
Ia terlihat berpikir sebentar kemudian dengan cermat memperhatikan wajahku. Aku yang gugup, tanpa sadar mengedipkan kedua mataku berulang kali. Lalu kuangkat sudut bibirku canggung. Ia menatapku seperti sedang menatap kelakuan orang bodoh, lalu berkata,
"Eh, bener juga kayanya gegara mukamu nyebelin. deh. Dia jadi enek ngeliat kamu terus. "
Senyum yang tadi terlukis dengan kaku langsung hilang tanpa jejak. Digantikan dengan wajahku yang masam.
"Lah, kamu sendiri kaya seneng gitu ada benci sama kamu sampe seluruh dunia harus tau."
"Lebay, gak seluruh dunia juga kali. Tapi emang kenapa harus repot kalo ada orang yang benci sama kamu?"
"Ya, siapa sih orang yang suka dibenci, semua orangkan pengennya disukai. At least, baik-baiklah sama orang, tuh."
"Iya juga sih. Kenapa, ya? Mungkin jarang ada orang yang terang-terangan bilang bencรญ?" Sebelum ia mulai menjawab lagi, aku melanjutkan kalimatku.
"Lagian, kan, gak semua orang bisa cocok sama kita. Dan kita juga gak bisa ngubah apa pendapat orang tentang kita."
la menggangguk-angguk pelan, terlihat puas dengan jawabanku. Kemudian, membiarkanku berdua dengan pikiranku. Mencerna kata-kata yang barusan kuucap, aku meragukan diriku sendiri yang bilang tak akan bereaksi apa-apa jika ada orang yang membenciku. Pada situasi tertentu, aku layaknya putri malu yang menutup diri ketika diusik orang lain.
#Benarkah aku akan biasa saja jika ada orang yang tak menyukaiku?
Komentar
Posting Komentar