Tiga Minggu Karantina di Taiwan

Apa yang karantina ajarkan padaku


Hai, Kala di sini. Tiga minggu yang lalu, tepat pada hari ini aku mendapatkan kamar hotel dengan triple bed untuk diriku sendiri. Dan bukan untuk sehari dua hari, tapi selama tiga minggu kamar ini menjadi milikku. 

Waktu itu subuh jam 2, tubuhku sudah terlampau lelah untuk berpikir betapa menyenangkannya memiliki kamar seluas ini untuk diriku sendiri. Aku cuma bisa bersyukur, bersyukur, dan kata-kata itu saja yang mampu aku ucapkan karena sungguh, tak ada kalimat yang mampu melukiskan perasaanku pada saat itu. Perasaan lelah, letih, dan lega.

Aku tidak benar-benar berpikir bahwa tiga minggu adalah waktu yang lumayan lama untuk sendiri, tanpa benar-benar berkomunikasi, dan di negara yang bahasanya masih belum kukuasai dengan fasih. Tapi, di sinilah aku berada. Besok aku menyelesaikan karantina tiga mingguku dan siap memulai perjalanan baruku. Meski begitu, aku belajar banyak mengenai diriku sendiri dan ini yang kudapatkan selama tiga minggu karantina.

Hari-hari pertama, aku masih dipenuhi euforia dengan dunia baru di sekelilingku. Aku menatap jendela dan yang kudapatkan adalah aksara-aksara aneh yang cuma bisa ditemui di China Town. Keluargaku meneleponku berkali-kali, aku mengabari teman-temanku, dan aku sibuk dengan rencanaku sendiri. 

Ada banyak malam pada beberapa minggu ke depan di mana aku tidak bisa tertidur. Aku benci berpikir betapa menyeramkannya dunia ketika menyadari bahwa kedua support system ku tak berada bersamaku.  Jadi, aku berpikir tentang hal-hal menyenangkan yang mungkin terjadi. Aku dipenuhi rencana-rencana yang mau kulakukan, skenario-skenario yang mungkin terjadi. Rasanya seperti dadamu dipenuhi dengan hal-hal baru yang menyenangkan sehingga setiap tarikan napas, kau tak bisa berhenti memikirkannya. 

Ada masanya di mana aku tak mau melakukan apapun dan hanya berbaring di kasur sembari makan semua makanan manis yang bisa kutemui. Itu adalah hari-hari yang tak patut dibanggakan, penuh dengan penyesalan, dan rasa ketidak puasan. Juga hari di mana aku tidak belajar sesuatu yang baru tentang dunia di sekelilingku. Diperburuk dengan kalimat, aku benci diriku sendiri yang terus berputar-putar di dalam kepala.

Tapi aku belajar, belajar untuk kembali menyusun sasaran yang mau dicapai, belajar untuk menerima kondisi tubuhku yang begini, belajar untuk bersyukur dengan makanan yang aku punya, bukan merasa bersalah ketika aku makan sesuatu. Aku masih belajar dan aku bisa terjatuh kapan saja. Tapi aku berusaha menjadi versi diriku yang lebih baik dan bangkit kembali.

Tiga minggu karantina tidak hanya mengajarkanku untuk bersyukur dengan orang-orang terdekat yang kupunya, teknologi yang memungkinkan untuk tatap muka lewat layar gadget, bahasa asing yang masih harus kukuasai, tapi juga belajar mengenali diriku sendiri. Sehingga ketika aku melewati ambang pintu kamar keesokan hari, aku lebih mengenal dengan sosok yang akan terus menemaniku sampai akhir nanti.

Have a 'Day One-Honne' from me


-Kala (03 Des 2021)







Komentar

Postingan Populer